Oleh : Atha Zha Zha Zaky
Pegiat Nalar Pojok Literasi (https://nalarpojokliterasi.blogspot.com/)
Alumni Pontren Muhammadiyah Al-Ma’un Sroyo
Sekretaris Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Karanganyar
Ikhlasno atimu
Pasrahne ning aku
Ra bakal tak larani tekane matiku
Ojo sok mikir aku bakal nglarani
Mergo ku yakin we TITIPANE GUSTI
Saya membuka tulisan ini dengan petikan lagu Titipane Gusti yang dipopulerkan oleh Deny Caknan diatas. Setelah mendiskusikan buku “Sukses BerMuhammadiyah” karya dr. H. Agus Sukaca, M.Kes, saya rasa ikhlas merupakan kata kunci dalam berMuhammadiyah. Sebagaimana petikan lirik lagu diatas. Penulis memposisikan niat sebagai pondasi awal dalam berMuhammadiyah. Tentu, kita ingat dan sudah hafal hadist pertama pada hadist Arbain An-Nawawi. Saya cuplik sebagian penggalan terjemahnya, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan dibalas berdasarkan apa yang dia niatkan”.
Dari petikan hadits tersebut, kita fahami bahwa meluruskan niat dan ikhlasno atimu berjuang di Muhammadiyah sangat penting. Muhammadiyah merupakan gerakan Islam Amar ma’ruf nahi munkar. Tentunya berjuang di Muhammadyah harus dilandasi niat dakwah Islam dalam kerangka hanya beribadah kepada Allah SWT. Mengikhlaskan hati juga tak kalah penting, banyak dari kita masuk Muhammadiyah dengan tujuan yang kurang jelas atau bahkan memiliki kepentingan pragmatis yang temporar. Akhirnya ber-Muhammadiyah diwarnai dengan kompetisi jabatan, gerak yang pragmatis, dan kurangnya motivasi.
Tak sedikit orang-orang seperti ini yang sakit hati, lantaran tujuanya tak tercapai. Akhirnya merekapun keluar dari Muhammadiyah. Maka benar kata Deny Caknan “Ikhlasno atimu, Pasrahne ning aku Ra bakal tak larani tekane matiku”. Dengan mengikhlaskan hati, berjuang menjadi lebih mudah, terarah dan, lebih bersemangat. Tentunya juga terhindar dari rasa-rasa sakit hati dan kecewa akibat harapan yang tak tercapai.
Kemudian ukuran kesuksesan dalam ber-Muhammadiyah tidak bisa dilihat semata – mata dari seberapa tinggi jabatan yang berhasil diduduki di Muhammadiyah. Akan tetapi, kesuksesan ber-Muhammadiyah dapat dinilai dari seberapa tinggi pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam diri dan keluarganya, serta bagaimana perannya menyebarluaskan ajaran Islam kepada masyarakat luas. Sehingga, ora usah ngoyo, ngoyak jabatan. Sampai-sampai muncul kontestasi tak sehat yang sering memunculkan konflik antar anggota. Kerjakanlah yang terbaik dari apa yang sudah di amanahkan pada kita hari ini. Karena konsekuensi logis dari orang yang terpilih adalah memberikan sebaik-baik apa yang dimilikinya.
Ber-Muhammadiyah adalah ber-Islam
Tujuan besar Muhammadiyah hari ini adalah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Maka, bisa disimpulkan ber-Muhammadiyah adalah ber-Islam. Memperjuangkan Muhammadiyah merupakan memperjuangkan Agama Islam. Dan mensyiarkan Muhammadiyah juga merupakan mensyiarkan dakwah Islam. Rasa-rasanya, di tengah dunia yang serba materialistis dan dipenuhi kepentingan pragmatis, kita perlu kembali merenungkan hal ini. Nyatanya banyak dari kita ber-Muhammadiyah bukan dengan tujuan dakwah sehingga menjauhkan Muhammadiyah dari niat murninya.
Berdasarkan tujuan, ada 3 golongan orang dalam ber-Muhammadiyah: (1) tujuannya selaras dengan tujuan Muhammadiyah, (2) tujuannya tidak selaras dengan tujuan Muhammadiyah, dan (3) tak punya tujuan yang jelas. Dari tiga tujuan tersebut, saya hanya mengupas pada point nomer satu saja. Maksud dari golongan pertama itu adalah mereka yang menjadikan Muhammadiyah sebagai sarana untuk mewujudkan pribadi dan keluarganya menjadi muslim yang sebenar – benarnya dan menjadikan Muhammadiyah sebagai sarana perjuangan dalam menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam, hingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar – benarnya. Apakah kita termasuk yang ini ?.
Terakhir, mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya harus menjadi tujuan besar pula bagi setiap individu dalam ber-Muhammadiyah. Dengan begitu, kita akan senantiasa memperbaiki pribadi kita, keluarga, dan orang-orang disekitar kita menuju masyarakat muslim yang sebenar-benarnya. Kalau bukan dimulai dari diri sendiri, bagaimana kita mampu merubah tatanan masyarakat yang lingkupnya lebih besar dari keluarga. Maka, sebagai pesan terakhir penulis dalam tulisan ini, Ikhlaskan hati, luruskan niat, dan tak perlu khawatir dikecewakan, karena kita yakin Muhammadiyah adalah TITIPANE GUSTI yang harus kita perjuangkan bersama-sama.
Daftar Pustaka
1.Sukaca, Ahmad. 2009. Sukses BerMuhammadiyah. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah.
2.https://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/09/hadits-1-ikhlas/
3.https://www.sonora.id/read/422260085/lirik-lagu-titipane-gusti-yang-dipopulerkan-oleh-denny-caknan