Terminologi Progresif menjadi perbincangan menarik dalam hasanah keilmuan Islam Kontemporer. Titik baliknya adalah ketika modernitas dengan globalisasi dan kecanggihan IT-nya memunculkan pola hidup baru manusia, sehingga sebagian beranggapan semakin lebar gap Islam dengan realitas. Islam dianggap sebagai agama Normatif-Formalis yang kurang memiliki daya kekuatan untuk menjawab case-case Kontemporer. Kenyataan itulah kemudian Intelektual Muslim kontemporer memunculkan istilah Islam Progresif, Muslim Progresif dan Ijtihad Progresif.
Menjadi Muslim Progresif
Dimensi Progresif didasarkan pada kesadaran akan dua hal : Pertama, adalah untuk merespon secara positif anggapan dunia yang menilai Islam lamban dalam merespon laju modernisasi. Kedua, kesadaran bahwa satu strategi untuk melawan labelisasi agama “extremism” yang dituduhkan kepada Islam adalah dengan cara memberdayakan elemen-elemen progresif pada masyarakat Muslim.
Meskipun demikian, intelektual Muslim Kontemporer tidak sedikit yang mengkritik term Progresif dalam Islam. Chandra Mudzaffar dan Ashqar Ali Enginer adalah salah satunya. Mudzaffar tidak setuju dengan labelisasi Islam dengan label progresif, konserfatif atau liberal karena label-label ini cenderung membatasi kemampuan juru dakwah untuk menghubungkan dengan audiennya yang disebabkan oleh pembedaan dan penggolongan masyarakat muslim. Ketidaksetujuan Ashqar dikarenakan Islam itu secara inheren sudah bersifat produktif, membebaskan dan progresif.
Abdullah Saeed adalah salah satu cendikiawan Muslim yang konsen terhadap gagasan Islam Progresif. Saeed berlatar belakang pendidikan Bahasa dan sastra arab serta studi timur tengah. Pada dirinya ada spirit shalih li kulli zaman wa makan. Spirit inilah yang dia sebut sebagai Islam Progresif, subyeknya adalah Muslim Progresif, metodologinya adalah Ijtihad Progresif.
Saeed menjadikan sepuluh kriteria yang termasuk Muslim Progresif, yaitu : Pertama, menunjukkan rasa nyaman ketika menerapkan hukum dan prinsip Islam. Kedua, berkeyakinan bahwa keadilan gender adalah ditegaskan dalam Islam. Ketiga, berpandangan bahwa semua agama harus dilindungi secara konstitusional. Keempat, berpandangan bahwa semua manusia equal. Kelima, berpandangan bahwa keindahan merupakan bagian inheren dari tradisi Islam. Keenam, mendukung kebebasan berbicara, berkeyakinan dan berserikat. Ketujuh, menunjukkan kasih sayang pada semua makhluk. Kedelapan menganggap bahwa hak orang lain itu adadan perlu dihargai. Kesembilan, memilih sikap moderat dan anti kekerasan dalam menyelesaikan permasalahan. Kesepuluh, menunjukkan kesukaan dan antusiasnya ketika mendiskusikan isu-isu berkaitan dengan peran agama dalam tataran publik.
Nilai Universal
Pandangan Saeed tersebut sejalan dengan Nilai Universal yang dirumuskan oleh para peneliti dalam rangka perayaan ulang tahun Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang ke 50. Terdapat dua belas nilai Universal yang ada pada setiap orang dengan tidak memandang suku, ras, agama dan bahasanya. Nilai tersebut sangat urgen dalam menciptakan harmoniasasi bermasyarakat dan bernegara. Dua belas nilai universal yang disebut “Living Values” adalah : Kedamaian, penghargaan, tanggung jawab, kebahagiaan, kebebasan, toleransi, kerjasama, cinta kasih, kesederhanaan, persatuan, kejujuran, dan kerendahan hati.
Terlepas dari kritik terhadap term progresif dan nilai universal saat ini, menurut hemat penulis hal tersebut sudah merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan, terlebih dalam tataran keilmuan. Penulis sepakat bahwa dimensi progresif Islam menjadi krusial untuk dinggat dan disosialisasikan dalam diskusi-diskusi Islam Kontemporer, paling tidak untuk menambah hasanah keilmuan Islam. Namun yang menjadi prinsip mendasar adalah sebagaimana pandangan Omid Safi, seorang pemikir Muslim. Safi mencermati adanya kandungan arogansi dalam penggunaan istilah “Progresif”, mereka yang progresif cenderung dipandang atau memandang dirinya sendiri sebagai kaum elit yang lebih baik, lebih cerdas, dan lebih tercerahkan dibandingkan dengan mereka yang tidak progresif. Penulis memandang istilah progresif lebih kepada perubahan ke arah yang lebih baik secara universal.
Penulis : Teguh Anshori | Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Karanganyar